Tragedi suatu sore, di bulan puasa


Kemarin-kemarin saya baru aja jatuh dari motor. Parahnya jatuh dari motornya sama-sama dengan istriku yang sedang boncengan sama saya. Perpaduan antara dingin, hujan, kemacetan kendaraan, basah, jalan yang licin, ketidak hati-hatian, serta ketidak sabaran saya dalam berkendara, merupakan faktor-faktor yang saya salahkan pada tragedi saat itu. Sebut saja itu sebagai tragedi suatu sore, di bulan puasa. Kecelakaan motor yang sangat tidak terduga.

Kejadian itu bermula saat saya dan istri saya pulang dari kantor. Waktu itu emang lagi hujan deras. Dan saya lagi nggak bawa mobil. Jadilah saya dan istri saya boncengan hujan-hujanan pakai motor. Dan sampai di daerah Entrop (saya tahu nama daerah ini membuat kalian teringat sama nama obat diare, tapi sumpah bukan itu), jalanan sedang macet-macetnya. Kendaraan bermotor semua berjalan dengan padat merayap. Nggak tahu apa sebabnya, saya nggak mau tahu juga. Tapi yang pasti kemacetan itu membuat saya memilih jalan sebelah kiri di bibir jalan sebagai jalan saya untuk berkendara.

Emang sih itu salah. Sebenarnya saya ikut jalan itu karena melihat para pengemudi kendaraan roda dua lainnya yang juga banyak mengambil rute jalan itu. Makanya saya ikutan pakai jalur itu juga. Selain lebih aman dari jalur sebelah kanan yang beresiko keserempet kendaraan lain dari arah berlawanan, jalur itu lebih enak buat menyalip.

Walaupun jalan itu emang sebenarnya lebih pantes sebagai trotoar, trotoar gagal maksudnya. Kondisi jalannya yang berbatu juga berlubang nggak cocok buat dilalui kendaraan roda dua. Tapi mau gimana lagi, dari pada saya kelamaan dijalan hujan-hujanan. Nggak bakalan bisa sampai dirumah tepat waktu untuk buka puasa kalo nggak nyalip. Itu yang ada dipikiran saya waktu itu.

Tapi sayangnya, hal itulah yang menyebabkan saya jatuh dari motor. Waktu saya mengikuti jalan itu emang nggak ada masalah yang berarti, cuma pantat aja yang rada sakit terkena goncangan jalan berbatu. Setelah saya rasa sudah ada celah jarak antara motor saya dengan mobil di samping saya, saya pun memutuskan untuk kembali ke jalur utama jalan raya. Pas mau berbelok ke sebelah kanan untuk masuk lagi ke jalur utama jalan, ban motor saya pun selip. Dan akhirnya kami pun....jatuh. Ya, jatuh.

Jeng, jeng, jeng!

# Now playing : Indonesia Raya (nggak cocok)

Saya dan istri saya pun jatuh terpelungkup. Dengan posisi istri saya jatuh menindih badan saya yang berada di bawah. Anggap saja Valentino Rossi versi tukang ojek. Kejadiannya begitu cepat, sampai-sampai saya tidak bisa mengantisipasi kejadian itu. Siapa tahu aja saya bisa mengatur gaya jatuh yang lebih keren dikit kayak yang ada di pilem-pilem sebelum terjatuh. Sayangnya tidak bisa.

Pas kejadian itu, untungnya mobil dibelakang saya tidak ngebut dan sempat mengerem saat melihat kami jatuh. Kalo nggak bisa gepeng saya kelindes mobil. Saat jatuh itu, saya sempat memble sesaat kemudian tersadar. Yang ada dipikiran saya saat itu adalah keselamatan istri saya. Saya pun cepat-cepat bangkit untuk melihat keadaan istri saya yang duluan berdiri. Alhamdulillah dia dalam keadaan baik-baik saja. Walau saya tahu dia pasti shock berat karena baru pertama kali ini jatuh dari motor.

Saya nggak rasa ternyata kakiku waktu itu tertindih motor. Untungnya pengendara bermotor yang lain datang membantu kami. Mereka membopong motor saya juga barang-barang saya yang berserakan hingga ke tepi jalan sehingga tidak menimbulkan kemacetan yang lebih panjang. Sebelum kami melanjutkan perjalanan pulang ke rumah saya memastikan keadaan istri saya lagi, apa dia terluka atau tidak. Saya khawatir dia kenapa-napa. Untungnya tidak ada hal yang mengkhawatirkan.

Saya dan istri saya tidak mengalami luka yang berarti. Istri saya alhamdulillah tidak ada luka sedikit pun di tubuhnya. Sedangkan saya, hanya tulang kering kaki kiri dan dada sebelah kanan saya yang masih agak nyeri sampai sekarang akibat jatuh dari motor tersebut. Saelain itu nggak ada. Tapi nggak apa-apa sih. Yang penting rasa sakit itu tidak terlalu banyak mempengaruhi dan mengganggu aktifitas saya sehari-hari.

Bagi saya kejadian itu cukup dramatis. Bayangin aja, waktu mau pulang ke rumah untuk buka puasa malah terjadi hal yang tidak diinginkan pada saya dan istri saya. Bagi saya, kejadian ini saya anggap sebagai cobaan kecil di bulan puasa. Mungkin ini bentuk teguran dari Allah supaya saya lebih berhati-hati dalam berkendara untuk ke depannya. Mungkin saja, kalau ada produser yang mau mengangkat kisah ini ke sinetron, Sinetron silat Indosiar sepertinya bakal gulung tikar.

Dan bagi kaum pembalap yang suka ugal-ugalan dijalan yang baca blog saya, INI PELAJARAN BUAT KALIAN! Jadilah pengendara bermotor yang beriman dan baik hati, serta tidak ugal-ugalan di jalan. Bukannya apa, dengan kejadian yang saya alami baru-baru ini, kecerobohan kecil kita yang kita lakukan bisa menyebabkan kita celaka sendiri. Dimana saja dan kapan saja. Jadi, lebih baik kita lebih berhati-hati lagi untuk ke depannya

Ada benarnya juga pepatah lama, "Biar lambat asal selamat".



Comments

Popular posts from this blog

Hobi Menggambar

Tentang Ribas (lagi)

Justice League