My Life Journey (Edisi Narsis) Bag. I

Akibat semangat mau jadi artis yang tak kesampaian
Saya mohon perhatiannya sebentar para hadirin sekalian. Postingan ini sebenarnya saya tulis hanya sekedar untuk meningkatkan rasa kenarsisan saya aja. Terutama tentang penggambaran sepenggal perjalanan hidup saya dalam mengenal musik, alat musik drum, dan menjadi seorang anak band. Yah, sekalian buat mengenang masa lalu aja. Tapi saya kasih warning dulu, mending kalian bawa kopi atau teh anget sebelum baca postingan ini, supaya lebih enak bacanya. Soalnya ini postingan panjang banget. Dan buat kalian yang protes dan nggak mau baca, silahkan kumur-kumur pake bayclin. Atau nggak nyumpel mulut pake masker kadaluwarsa. Ehm! Oke, kita mulai saja.

Diangkat berdasarkan cerita nyata.

Sebut saja  ini sebuah perjalanan hidup seorang saya, Opick Setiawan (langsung ditabok pake karung semen) dalam mengenal musik.

Dan dari tahun 1999 cerita ini bermula.

Belajar Main Drum
Lebih tepatnya, saat saya berada dibangku 3 SMP. Masa dimana saya lagi ngefans-ngefansnya sama The Moffatts. The Moffatts adalah band remaja Amerika yang lagu-lagunya ngehits banget dan menjadi idola remaja dunia pada jaman itu (kalo yang besar ditahun 90-an pasti tahu). Dan yang pasti, lagu-lagunya The Moffatts selalu menjadi soundtrack galau hidup saya yang pada saat itu emang lagi nyesek maksimal. Secara dulu saya termasuk jenis spesies manusia yang nggak laku terhadap lawan jenis. Spesies manusia yang sering sakit hati dan menyesali nasib karena nggak laku-laku.

Karena suka sekali dengan The Moffatts, saya pun berangan-angan ingin menjadi anak band remaja yang terkenal seperti mereka. Pingin banget bisa menggebuk drum seperti Bob Moffatt. Kelihatannya asyik banget. Pesonanya Bob Moffatt mengalahkan artis Jeremy Thomas pada masa itu. Sebenarnya sih niat mulia dari keinginan menjadi anak band itu adalah supaya saya bisa terlihat keren dimata cewek-cewek. Siapa tahu aja ada cewek yang khilaf mau menjadi gebetan saya. Tapi belakangan saya baru nyadar, semua itu nggak ngaruh. Saya tetap jadi jomblo tulen. Tapi niat saya menjadi seorang drummer udah bulat. Saya pun pelan-pelan mulai perhatiin dan mempelajari teknik permainan drum dengan nonton CD konsernya The Moffatts.

Berhubung saya nggak punya drum set dan belum pernah memainkannya secara langsung, saya hanya memanfaatkan imajinasi saya saja untuk belajar, seolah-olah sedang memainkan satu drum set dihadapan saya sambil mengikuti gerakan tangan dari si Bob Moffatt dalam video. Sayangnya, barang yang menjadi objek imajinasi saya sebagai drum waktu itu adalah bantal-bantal yang ada di tempat tidur saya. Bisa ditebak, akhirnya bantal-bantal tersebut berakhir tragis menjadi gepeng karena sering dipukul tiap hari dengan stik drum. Dan kegiatan itu berlangsung lumayan cukup lama, sampai saya pelan-pelan mengetahui apa itu Snare, Tom, Cymbal, Bass, Hi-hat, Ride, dan Floor (nama-nama komponen dari drum set).

Efektifkah?

Efektif banget. Itu terbukti waktu saya diajak pertama kali ngeband di Studio Musik bareng teman-teman yang juga tetangga satu kompleks perumahan dengan saya. Saya ingat waktu itu saya lagi libur habis UAN SMP. Dan kami semua sama sekali baru pertama kali ngeband. Saat pertama kali ngeliat drum rasanya senang banget. Rasanya pingin dielus, dijilat, terus digebukin. Yah, pada saat itu bisa dibilang saya main drumnya lumayan untuk ukuran orang yang mencoba pertama kali. Lumayan ancur maksudnya. Dan bisa dipastikan, setelah saat itu saya jadi ketagihan untuk ngeband lagi. Menjadi seorang drummer.

Punya Grup Tetap
Masuk SMU, saya mulai mendapat teman-teman baru dan pergaulan baru. Di SMU Negeri 2 Jayapura, tempat dimana saya sekolah, yang muridnya lumayan banyak untuk satu angkatan, tidak susah mencari teman yang hobinya sama. Di SMU, saya juga sempat belajar teknik drum dari seorang musisi Jayapura bernama Adi Ardipura. Dan akhirnya, saya pun membentuk grup band pertama saya yang diberi nama FROOZY Band.

Bersama FROOZY, saya manggung dua kali. Penampilan pertama kami sukses berat, tapi yang ke dua malah gatot alias gagal total. Kebanting abis. Dan semua itu karena kesalahan saya yang masih sangat demam panggung. Hingga beat atau ketukan drum saya pada waktu manggung yang kedua itu jadi berantakan. Maklum, saya orangnya suka gugupan kalo berhadapan sama orang banyak. Dan karena kesalahan saya itu, semua permainan musik kami diatas panggung jadi berantakan. Hingga akhirnya setelah event itu, FROOZY pun bubar. Sekali lagi, saya anggap itu karena kesalahan saya.

Anti klimaks.

Hampir saya mencoba makan beling karena depresi, tapi nggak jadi. Beruntung, masih ada Ary Pras dan Ade, 2 orang personil FROOZY plus sahabat saya juga yang masih mendukung saya untuk terus move on. Ade inilah yang menjadi sahabat saya sampai sekarang. Walau FROOZY sudah bubar tetapi sesekali kami masih suka latihan. Kalo dingat-ingat saya jadi malu sendiri.

Memasuki tahun ke dua, yaitu kelas 2 SMU saya membentuk SAIFER band bersama teman-teman satu kompleks perumahan, yang kebetulan kami semua satu hobi kerja bakti. Nggak ding, bercanda. Tapi lumayan seru juga, kalo mau latihan ngumpulin personilnya gampang. Kami sering mengikuti event-event musik kota Jayapura, sebangsa Festival Band gitu. Dan alhamdulillah, dari sekian banyak ikut festival....cuma sekali aja yang menang. Selebihnya nggak pernah menang.

Trofy Band : Saya, Ganda, Rahmat
Diantara personil SAIFER, ada yang bernama Rahmat Sihotang yang menjadi teman baik saya sampai sekarang. Setelah SAIFER Band mengalami perpecahan yang akhirnya berujung bubar, saya dan dia membentuk TROFY band bersama beberapa personil SAIFER yang tersisa. Awalnya TROFY dibentuk pas ada moment mau ngisi acara perpisahan kelas 3 di SMU tempat saya dan Rahmat sekolah. Setelah penampilan kami diacara itu sukses, kami pun sepakat melanjutkan TROFY Band kearah yang lebih serius.

TROFY jalan terus walaupun sering berganti personil. Kami sempat menjuarai Festival Band tahun 2002. Dari semua, hanya saya dan Rahmat yang tetap. Walaupun saya sendiri juga mempunyai beberapa grup band lain yang berbeda. Sekedar hanya untuk memuasakan rasa bermusik saya. Soalnya saya dulu termasuk orang yang penasaran bagaimana ngeband dengan grup yang berbeda aliran musik. Tetapi  untungnya, anak-anak TROFY tidak mempermasalahkan ketidak setiaan saya itu.

Menciptakan Lagu Sendiri
Di kelas 3, saya masuk di kelas III IPS 2. Ketemu sama teman-teman ajaib yang gokil banget. Mereka antara lain : Dedy, Ade (X-FROOZY), Udin, Ronald, Mukti, Anggi, dan Solihin. Kami sobatan sampai sekarang. Kebetulan waktu itu mau ada kegiatan apresiasi seni sekolah. Saya, Ade, Dedy, Udin dan Ronald pun membentuk band kelas dadakan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Dan band itu bernama THREEPZTWO Band yang sering saya ceritakan pada posting-posting saya sebelumnya. Kebetulan kami sama-sama mempunyai basic sebagai anak band. Jadi band THREEPZTWO pun terbentuk.

Sama THREEPZTWO, kami suka mainin lagu-lagunya Sheila on 7 yang dulu booming banget pada masa itu. Tetapi sayangnya, THREEPZTWO sendiri hanya bertahan satu tahun saja. Setelah lulus SMU beberapa personilnya, seperti Dedy dan Ronald melanjutkan pendidikannya ke luar Papua. Dari semua hanya tersisa saya, Ade dan Udin. Kami bertiga tetap ngeband tetapi kami merubah nama band menjadi KOSONG Band.

Seiring berjalannya waktu, banyak pergantian pemain di KOSONG Band. Ade tidak lagi bermain bersama kami karena sibuk kuliah. Hanya tinggal saya dan Udin ditambah beberapa pemain baru, antara lain : Teja, Gersone, Mancha dan Ganda yang melanjutkan KOSONG Band. Ganda sendiri sebenarnya adalah gitaris TROFY yang saya comot untuk mengisi posisi pemain bass di KOSONG Band. Walau saat itu saya dan Ganda masih aktif di TROFY.

Di TROFY sendiri, karena bosan mainin lagu-lagunya orang, saya dan Rahmat pun mulai mencoba untuk menciptakan lagu sendiri. Sebenarnya sudah dari jaman SMU kami menciptakan lagu. Saya yang membuat liriknya, Rahmat yang menciptakan nadanya. Semua lirik lagu ciptaan yang saya buat, sebenarnya hasil jeritan batin yang galau selama menjadi lelaki yang tidak laku-laku single saat itu. Dan kami menjadi duet yang serasi, seperti Anang-Ashanty. Bedanya kalo saya dan Rahmat lebih mirip Anang sama Ashanty yang jenggotan. Banyak banget lagu yang saya dan Rahmat ciptakan. Lagu ciptaan kami bagus-bagus lho *narsistingkatdewa.

Sayangnya dulu kami cuma bisa merekamnya pake walkman saja karena jaman dulu belum ada studio rekaman yang bagus di Jayapura (sampai sekarang juga sih..). Lumayan buat didengerin sendiri malam-malam. Bukannya apa, kalo didengerin ke khalayak ramai takut mengundang aksi bentrok warga karena bisa memacu gejala buang air besar. Bisa dibilang, TROFY adalah band idealis saya dalam hal belajar membuat dan mengaransemen lagu ciptaan. Dan kami jarang mengikuti festival band lagi.

Lanjut? Lanjut? Lanjut? Mau lanjut? 

Nggak!

Kelanjutannya ntar aja ya. Tunggu postingan selanjutnya aja. Soalnya kepanjangan kalo disatuin dalam satu postingan. Lagian capek nulisnya. Males. Sengaja saya potong-potong ceritanya supaya bisa panjang kayak sinetron Cinta Fitri. Oke?


-  TO BE CONTINUED -





Comments

Popular posts from this blog

Hobi Menggambar

Tentang Ribas (lagi)

Justice League